Assalamualaikum
WR. WB.
Aku mungkin bukan
seorang pejalan sejati sebab langkahku belum sepanjang Jejak SI Gundul, atau Ramon
Seratus Hari Keliling Indonesia, bahkan tidak sefamiliyar Artis MTMA (My Trip My Adventure), keberanianku
juga belum menandingi Medina Kamil
presenter manis Jejak Petualang yang pernah menginjakan kaki di puncak
Gunung Jaya Wijaya (Papua).
Perjalananku
hanya perjalanan kecil, disudut-sudut pasar, stasiun, dan terminal. Tujuanku
tak lebih belajar bagai mana beradaptasi dengan orang-orang baru yang kutemui,
pembahasanku juga buka soal untung-rugi atau menyoal penghasilan yang jauh dari
Matematika Manusia. Hanya sekedar obrolan ringan tentang bagaimana menjaga rasa
syukur.
12 September 2016 awal perjalanan panjang menuju pulau impian sebagian anak muda pada umumnya, terlebih dipulau tersebut berdiri kokoh Gunung Rinjani yang menjadi Objek bagi pendaki yang bermimpi menaklukan Gunung-gunung yang ada di Indonesia. tapi bukan itu yang menjadi pokok pembahasaanku, yang menjadi pokok pembahasan disini adalah soal perjalanan yang mungkin bisa dibilang bumbu dari sebuah pencapaian.
Bermula dari Setasiun Kereta Api Pasar Senen (Jakarta), semua dimula pukul 11;30 WIB Aku mulai berpesta dengan segala bentuk kemungkinan, Kereta Api yang membawaku ke Surabaya dengan estimasi perjalanan 14 jam dengan kecepata rata-rata 90KM perjam. Aku dihantarkan ke Setasiun Gubeng (Surabaya) pada pukul 02;00. Dan harus menunggu Kereta yang akan mebawaku ke Banyu Wangi pada pukul 04;30,
Aku sadari bahwa di Setasiun Jember aku mulai berpesta dengan kemungkinan, setelah terlelap tidur beberapa saat dan aku bangun di pemberhentian Setasiun Jember duduk laki-laki paruh baya tepat disebelah ku dengan penampilan yang agak nyentrik untuk seusianya, potongan rambut mowhak, anting disebelah kiri kupingnya, dan tak lupa kaca mata hitam. Dia pun mulai melontarkan pertanyaan selayaknya pertemuan sesama penumpang,”mau kemana dek?” dengan agak takut aku menjawab pertanyaannya “Mau ke Lombok om”, lalu dengan segera dia menjawab “Wah sama dek saya juga mau ke Bali searah kita”. Pernyataannya membuat aku menjadi lebih takut kalu-kalu aku akan diculik atau dibunuh lalu dibuang keselat bali. “Mau ngapain dek ke Lombok, Liburan?” lagi-lagi dia memulai obrolan, aku menjawab setenang mungkin dan tidak menunjukan ketakutanku, “Main kerumah Paman om”, “oh yasudah nanti bareng saja sampai Bali”.Ahh sialan lagi-lagi ketakutanku makin menjadi-jadi,
Setelah beberapa saat aku berusah menenangkan diri bahwa semua akan baik-baik saja. Kita pun asik bertukar cerita dan mulai saling tanya jawab dari mana kita berasal, obrolan itu berlangsung sampai kita tiba ditujuan akhir Kereta yaitu stasiun Banyuwangi Baru, ketakutanku mulai berkurang setelah dia mengajakku untuk makan siang didekat Plabuhan Ketapang, kita mulai akrab dan makin terbuka satu sama lain dia mulai mebahas masalalu dan pengalaman hidupnya dan akupun cukup nyaman dengan cara dia bergaul dengan orang baru, selepas makan kita langsung beranjak ke Pelabuhan untuk menyebrang ke Bali, ditengah perjalanan laut yang memisahkan antara pulau Jawa dan Bali aku mabuk laut karna mungkin kurang tidur dan kurang makan, dia dengan cekatan memberiku obat masuk angin, aku merasa bertemu bapak baru diperjalanan kecilku ini,
Setibanya di pelabuhan beberapa petugas keamanaan memerikasa Kartu Tanda Penganal (KTP), untuk memastikan bahwa orang-orang yang datang kesana tidak punya catatan kriminal guna menjaga keamanan dan ketentraman para penduduk dan para wisatawan yang datang kesana.
Ketinggalan bus
ini yang membuat aku berpesta lagi dengan kemungkinan-kemungkinan, seharusnya
aku lebih dapat menghemat biaya perjalanan dan waktu agar aku dapat sampai di
Plabuhan Padangbai tetapi takdir menetapkan aku agar terdampar di Denpasar dan
harus menunggu bus yang akan membawaku ke Pelabuhan Padangbai keesokan harinya,
tapi om Hery yang ternyata membuat bumbu perjalananku lebih menarik dan lebih
banyak cerita, ya om yang dari tadi aku sebut dari pertemuanku di Setasiun
Jember namanya Om Hery dia yang membawaku ke Denpasar dan mencarikan Bus untuk
membawa ku ke Lombok, dia menemukanku dengan salah satu temannya yang menjadi
kondektur bus di Terminal Denpasar, akhirnya aku dapat Bus yang berangkat
sekitar jam 20:00 denga harga tiket yang lebih mahal dari Bus yang seharusnya aku
tumpangi, tapi om Hery berhasil tawar menawar sehingga aku hanya membayar
setengah dari harga normalnya.
Aku pun berterimakasih dan tak tau apalagi yang harus kuperbuat untuk membalas kebaikan Om Hery yang dengan sikap kebapakaannya berhasil membuatku merasa bersalah karna awalnya aku menganggap bahwa dia adalah orang jahat karna aku melihat dari penampilan dan gaya bicaranya saja, diapun mulai pamit dan akupun mulai menuju ruang tunggu keberangkatan yang terletak disebelah pojok Terminal, aku memesan susu panas yang dijual diwarkop untuk sekedar penghangat diwaktu-waktu menunggu Bus datang, belum selesai rasa bersalahku kepada Om Hery karna penilaianku yang salah terhadapnya tiba-tiba ia datang dan memanggil ku. “mam sini om minta nomer hp kamu, nanti kalu ada apa-apa dijalan dan kalu sudah sampai di Lombuk kamu kabarin om!”.
Seketika rasa
bersalahku menambah besar dan merasa benar-benar bersalah dengan kotornya
hatiku menilai seseorang hanya karna aku melihat dari penampilannya. Aku pun
tidak dapat berkata apa-apa hanya penyesalan dan mengucapkan terimaksih kepada
Om Hery dengan penyesalan yang sedalam-dalamnya.
Perpisahan kita pun menuai cerita dengan waktu yang terhitung tidak lebih dari 24 jam dari pertemuanku dengan Om Hery yang memberiku pelajaran bahwa untuk menjadi pejalan, bekal yang harus dibawa dari mulai kita keluar dan melangkahkan kaki adala kepasrahan untuk segala kemungkinan-kemungkinan yang akan kita temui dan kita nikmati diperjalanan. Dan Lombok dengan segala keindahan Alam dari perpaduan laut yang jernih, ikan-ikan, dan terumbukarang yang melimpah disetiap lautnya, dengan nelayan yang menari-nari diatas ombak, Bukit-bukit menawan yang menghipnotis setiap pasang mata yang melihatnya, dengan jalan yang berliku-liku, dan masyarakat yang ramah, Masjid-masjid yang berdiri megah yang membuat pulau itu disebut Pulau Seribu Masjid. Adalah hadiah dari perjalananku yang lebih memberikan arti bahwa hidup harus tetap berjalan dengan segala bentuk kemungkinan-kemungkinan dan cara bagaimana menyelaraskan hati dan logika agar tetap berfikir jernih dan jalan beriringan.
Pelabuhan Ketapang
Banyuwangi.
Bukit Malimbu Lombok
Barat.
Panti karang Bolong Lombok
Barat
Pantai Senggigih Lombok
Barat
Gili Trawangan Lombok.
Pusuk Lombok Timur
pantai Senggigih Lombok Barat
Terimakasih
Pencipta dan terimakasih atas Karunia dan Rahmat yang Engkau berikan kepadaku
Assalamualaikum
WR. WB.
Comments
Post a Comment